Miris, Ini Yang Membuat Bayi Usia 6 Bulan Ditahan di LP Muara Enim

MUARA ENIM – Seorang bayi berusia 6 bulan bernama Sakira, terpaksa  ikut ibunya yang ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) kelas II Muara Enim, sejak Kamis (07/09/201) lalu,  karena sang ibu  tidak mendapatkan penangguhan penahanan.                      

Bayi yang tidak berdosa ini terpaksa ikut ibunya ditahanan, karena tidak bisa dipisahkan dari ibu kandungnya bernama Asmira (28), warga Desa Kerta Dewa, Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten PALI.

Ibu kandungnya ditahan dengan tuduhan terlibat kasus dugaan pengeroyokan  kepada Fitri, warga Desa Brugo, Kecamatan Belimbing, Muara Enim yang terjadi pada 23 Desember 2016 lalu.

Penahanan ibu kandungnya itu dilakukan penyidik Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Muara Enim, pada saat berkas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kasusnya dilimpahkan penyidik Kepolisian Polsek Gunung Megang, ke Kejaksaan Negeri Muara Enim dan dinyatakan P-21 alias sudah lengkap.

Advokat Dwi Julianto SH MH dan rekanan, didampingi ayah kandung bayi, Awaludin dan kakek Bayi , Fikri, kepada awak mengatakan, bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan penangguhan penahan, namun tidak dipenuhi penyidik Kejaksaan.

“Pada saat perkaranya disidik di Polsek Gunung Megang, klien kami tidak ditahan. Atas pertimbangan yang bersangkutan masih memiliki bayi yang tidak bisa dipisahkan dengan ibu kandungnya,” jelas Dwi, Selasa (12/09/2017).

Namun ketika, berkas perkaranya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Muara Enim dan dinyatakan P-21, kliennya langsung ditahan. “Kami sudah mengajukan permohonan penangguhan penahanan, karena yang bersangkutan mempunyai bayi yang tidak bisa dipisahkan dengan ibunya. Namun ditolak oleh Jaksa yang menerima berkas BAP tersebut,” jelasnya.

Dijelaskannya, pada saat pelimpahan berkas perkara itu,  tidak saja tersangka Asmira (28) yang ditahan. Tetapi tersangka Reni Marlina (30) dan suaminya Abas juga ikut ditahan yang dituduhkan ikut mengeroyok Fitri. “Saat ditahan, tersangka Marlina juga mempunyai bayi berusia 1,3 tahun bernama Aini,” jelasnya.

Saat ditahan, lanjutnya,  tersangka Reni Marlina (30) ditahan, bayinya  bernama Aini tersebut terpaksa  ikut ibunya di tahanan. Karena tidak bisa dipisahkan. Namun setelah beberapa hari menjalani tahanan, bayi bernama Aini terpaksa dibawa pulang  keluarganya karena menderita sakit.

Menurutnya, kasus  tersebut terjadi pada 23 Desember 2016 lalu di acara orgen tunggal di Desa Teluk Lubuk, Kecamatan Belimbing, Muara Enim, tersangka dan pelapor tengah berjualan makanan. Pada waktu itu tersangka Reni Marlina tengah berjulan, lalu datang pelapor Fitri hendak mengambil meja yang ada didekatnya. Lantas dilarang oleh tersangka Reni Marlina.

Ternyata pelapor tidak senang, lalu mengempaskan meja tersebut dan memukul kepala Reni Malina menggunakan batu hingga luka memar. Setelah kejadian itu, Reni Marlina, menemui Kepala Desa Teluk Lubuk bertujuan untuk menyelesaikan kejadian itu agar tidak berlarut larut.

Namun, lanjutnya, pelapor, setiap kali dipanggil Kades untuk menyelesaikan permasalahan itu, tidak pernah mau datang. Ternyata kasus itu telah dilaporkan Fitri ke Polsek Gunung Megang. Dalam laporannya, tersangka Asmira, Leni Marlina dan suaminya Abas telah melakukan tindak pidana pengeroyokan.

“Sesuai dengan keterangan saksi saksi, klien kami tidak ada melakukan pengeroyokan, malah pelapor yang memukul kepala klien kami pakai batu bata,” jelasnya. 

Tersangka juga mengadukan balik pelapor ke Polsek Gunung Megang. Saat ini pelapor tengah menjalani siding di Pengadilan Negeri Muara Enim. Namun anehnya, lanjutnya, pelapor dikenakan pasal tindak pidana ringan.

Atas laporan pelapor, lanjutnya, kliennya di periksa penyidik Polsek Gunung Megang. Selama proses pemeriksaan kliennya tidak ditahan dengan pertimbangan memiliki bayi yang tidak bisa dipisahkan dengan ibunya. Namun pada saat berkas perkara tersebut dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Muara Enim, kliennya ditahan.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Muara Enim, Adhyaksa D SH, ketika dikonfirmasi, Selasa (12/9) yang berhasil dikonfirmasi membenarkan bahwa pihaknya telah menerima pelimpahan perkasa pasal 170 KUHP. Perkara tersebut pada saat penyidikan di Kepolisian pelakunya tidak dilakukan penahanan.

Namun saat perkaranya dilimpahkan ke Jaksa Penutut Umum, pelakunya ditahan. “Penahanan itu sepenuhnya menjadi kewenangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) ditahan atau tidak. Ternyata JPU berpendapat pelakunya ditahan,” jelasnya.

Tentuanya, lanjutnya, ada tiga alasan hukum mengapa dilakukan penahanan. Yakni ditakutkan akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatannya kembali. “Inilah alasan dilakukan penahanan tersebut,” jelasnya.

Masalah pelaku yang memiliki bayi, tentunya menjadi kewenangan Lembaga Pemasyarakatan tempat pelaku ditahan. (Ws)

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan