Terkait Pemberitaan di Media, Ponpes Nurul Madaany Tegaskan Tidak Pernah Menahan Ijazah Alumninya

Foto : Suasana penyerahan Ijazah Alumni yang baru di ambil di Ponpes Nurul Madaany

MUARA ENIM I Terkait pemberitaan di media online Lensakhatulistiwa.com dengan Judul “Pasal Tunggakan Administrasi, Ijazah Anak Yatim ini Ditahan Oleh Pengurus Pondok Pesantren Nurul Madaany” pada tanggal 29 Desember 2024. Pihak Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Madaany yang beralamat di Desa Pulau Panggung Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten Muara Enim angkat bicara.

Pihak Ponpes menyatakan keberatan dengan pemberitaan tersebut, karena apa yang telah dituliskan tidak sesuai dengan faktanya atau tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya ya g terjadi.

“Banyak kesalah fahaman atas pesan yang saya kirim dengan santri saya tersebut. Oleh sebab itu, demi terciptanya kebenaran dan keadilan supaya masyarakat umum tidak keliru dan salah persepsi, maka melalui klarifikasi ini, diharapkan dapat meluruskan kekeliruan dan kesalahpahaman tersebut,” tutur Pimpinan Ponpes Nurul Madaany Al-Ustadz Jueni al-Bantani melalui Bendahara Ponpes  Nurul Madaany Umi Tria.

Umi Tria menerangkan, adanya pernyataan dari salah satu Alumni SMA Pondok Pesantren Nurul Madaany yang sudah yatim sejak kecil, bahwa dirinya dan beberapa temannya bermaksud meminta foto copy hasil ujiannya tidak diberikan oleh pihak pengurus Yayasan tempat dimana ia menimba ilmu.

“Pernyataan tersebut tidak benar, SMA Nurul Madaany baru mengeluarkan alumni satu kali tahun 2024 adalah Angkatan pertama, Alumni SMA Nurul Madaany, itu ada program mengabdi satu tahun di pondok, itu adalah program pesantren. Dan yang tidak diperkenankan untuk mengabdi oleh pesantren ada tiga anak. Dan untuk perihal pemberitaan tersebut, saya berani bersumpah, tidak ada dari ketiga anak yang diberita tersebut meminta kepada saya foto copy ijazah atau sebagainya sebagai syarat melamar pekerjaan,” terang Umi Tria.

Umi Tria melanjutkan, memang dirinya  pernah memerintahkan kepada pengurus yang lain, agar kembali menginfokan kepada para alumni yang belum mengambil ijazah, agar dapat segera diambil, karena jika terjadi kerusakan, kececer atau kehilangan kami pihak sekolah tidak bertanggung jawab.

“Menurut saya itu memang harus saya lakukan, karena ada ijazah yang sengaja belum diambil oleh para alumni tiga tahun bahkan akan memasuki empat tahun, dengan alasan belum sempat, bukan karena belum lunas administrasi,” jelasnya.

Umi Tria menegaskan bahwa tidak pernah ada niatan dari pihak Yayasan atau Ponpes untuk menahan ijazah mereka, sejak acara wisuda sudah di infokan untuk mengambil ijazah, namun dari awal santri tersebut keluar sampai munculnya himbauan agar segera mengambil ijazah di bulan desember ini, mereka baru muncul menanyakan perihal ijazah mereka.

“Pada tanggal 19 desember datang santri bernama Eflisa minta foto copy ijazah legalisir untuk syarat menikah, dan itu saya berikan, dan yang asli, itu akan diberikan nanti ditanggal 31 desember, serentak dengan yang lain,” terangnya.

Pernyataan di berita bahwa Umi Tria melalui pesan WhatsApp mengatakan dengan sedikit ancaman bahwa pihak Yayasan tidak bertanggung jawab atas keterlambatan pengambilan ijazah.

“Pernyataan tersebut menurut saya hanya menyimpulkan sendiri jika itu adalah bentuk ancaman, padahal sudah diterangkan lewat klarifikasi bahwa itu adalah peringatan bukan ancaman. Saya memang memerintahkan pengurus, dalam hal ini Umi Putri, untuk menginformasikan kepada para Alumni yang belum mengambil ijazah tiga tahun lamanya, dan juga alumni SMA Nurul madaany yang sudah enam bulan lamanya, agar mengambil ijazah mereka sampai akhir desember, apabila tidak segera diambil, maka kami tidak bertanggung jawab apabila ada kerusakan, tercecer atau hilang. Menurut saya, itu adalah bentuk himbauan kepada mereka,” jelasnya.

Umi Tria mengungkapkan, bahwa saat itu dirinya berpesan kepada rekan pengurus yang lain, jika ketiga santri ini datang meminta ijazah, sampaikan harus lunas administrasi ditunggu sampai akhir desember, dan jika mereka datang membawa uang seadanya terima saja, kasihkanlah ijazahnya, dan bila sampai akhir desember memang belum ada, kasihkanlah saja, karena dirinya tidak mau memegang ijazah ini berlama-lama, dan tidak ingin ada beban dengan menyimpan barang berharga milik orang.

“Alhamdulillah, sesuai jadwal yang sudah kami tentukan, pengambilan ijazah di tanggal 31 desember sudah terlaksana,” ucapnya

Umi Tria juga menerangkan, bahwa pihak Yayasan atau Ponpes membebaskan biaya administrasi kepada santri yang berstatus Yatim dan tidak mampu 100%, salah satunya adalah ketiga anak yang saya sebutkan diatas dari kelas 1 SMP sampai dengan kelas XII SMA itu niat kami. Namun, saat memasuki kelas XII, ada beberapa anak yang pada akhirnya dibebankan biaya. Dikarenakan secara berulang-ulang melakukan pelanggaran berat di Ponpes.

Umi Tria menjelaskan, awalnya perihal akan dibebankan biaya tersebut hanyalah sekedar peringatan saja  agar anak tersebut tidak melakukan lagi pelanggaran. Namun, segala bentuk hukuman yang berikan tidak membuat anak tersebut jera, dan terus melakukan pelanggaran-pelangaran berat, maka kami menggertak anak tersebut jika melanggar lagi, maka akan membebankan biaya bulanan kepada mereka.

“Namun ini pun tidak membuat anak tersebut berubah, dan masih melakukan pelanggaran, maka terjadilah kesepakatan antara anak tersebut dengan pengurus jika melakukan pelanggaran lagi, maka hal tersebut benar-benar akan diberlakukan,” jelasnya.

Dirinya menjelaskan, pihak Yayasan bukan bermaksud tega, ada alasan yang kuat mengapa itu tetap diberlakukan, seperti santri berinisial FA, yang awalnya saat masuk neneknya mengatakan dia anak yatim. Saat kelas XII, baru mengetahui kalau ternyata dia bukan yatim. Serta diketahui, jika yang bersangkutan selalu memiliki uang jajan yang banyak dalam jumlah ratusan ribu, dan memiliki tabungan yang disimpannya dengan salah seorang ustazah dalam jumlah jutaan.

Dirinya juga mengklarifikasi terkait denda dalam bentuk uang yang nominalnya ratusan ribu rupiah, adalah hasil kesepakatan antara santri dengan pengurus dan untuk nominal ratusan ribu hanya berlaku untuk pelanggaran berat saja, hal ini terjadi dalam upaya mengurangi terjadinya pelanggaran-pelanggaran berat  yang sering terjadi.

“Sebenarnya hal ini pun diketahui oleh wali, dan ini diberlakukan hanya satu bulan lamanya, mengingat telah berkurangnya pelanggaran-pelanggaran berat, dan kami menghimbau kepada para santri agar tidak mengulangi,” tuturnya.

Dirinya juga menyampaikan terkait kegiatan Operasional Yayasan Pondok Pesantren Nurul Madaany, tidak pernah melakukan hal apa pun itu tanpa izin atau sepengetahuan dari Pimpinan.

“Segala bentuk kegiatan yang saya lakukan, semua adalah hasil dari kesepakatan saat rapat, dan izin dan bahkan perintah dari ketua Yayasan. Pernyataan ini menurut saya sangat mengada-ada dan bisa dikatakan fitnah kepada saya,” jelasnya.

Umi Tria juga membantah dirinya mengancam siapapun, akan membongkar aib dan melaporkan balik kepada siapa pun yang melapor ke wartawan.

“Dan semua pernyataan ini, telah saya bacakan saat pengambilan ijazah, dan semua anak dan wali membenarkan, dan ketiga anak ini berkata tidak ada diantara mereka yang melaporkan saya atau pondok pesantren seperti judul dimedia tersebut,” ungkapnya

Dirinya menambahkan, sangat menyayangkan terkait pemberitaan tersebut  karena tidak sesuai dengan fakta dilapangan. Dan saya merasa kecewa dan dirugikan oleh media Lensakhatulistiwa.com, dan ini sangat mengganggu psikis saya,” tutupnya.

Sementara itu, Pimpinan Ponpes Nurul Madaany Al-Ustadz Jueni al-Bantani mengatakan bahwa kesalahpahaman ini telah diselesaikan secara baik-baik kepada para alumni. Dan ijazah mereka tersebut telah dibagikan yang dihadiri wali santri masing-masing. (Kalbadri)

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses

Tinggalkan Balasan